Tidur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gadis yang sedang tidur
Tidur dikaitkan dengan keadaan relaksasi otot dan berkurangnya persepsi terhadap rangsangan lingkungan.
Seseorang pria yang tertidur di padang rumput

Tidur atau beradu (be.ra.du) adalah suatu keadaan berkurangnya aktivitas mental dan fisik dimana kesadaran berubah dan aktivitas sensorik tertentu terhambat. Saat tidur, terjadi penurunan aktivitas otot dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Meskipun tidur berbeda dengan terjaga dalam hal kemampuan bereaksi terhadap rangsangan, tidur tetap melibatkan pola otak aktif, sehingga lebih reaktif dibandingkan koma atau gangguan kesadaran.[1]

Selama tidur, sebagian besar sistem tubuh berada dalam keadaan anabolik, membantu memulihkan sistem kekebalan, saraf, kerangka, dan otot;[2] ini adalah proses penting yang menjaga suasana hati, memori, dan fungsi kognitif, dan memainkan peran besar dalam fungsi sistem endokrin dan kekebalan tubuh.[3] Jam sirkadian internal mendorong tidur setiap hari di malam hari. Beragamnya tujuan dan mekanisme tidur merupakan subjek penelitian substansial yang sedang berlangsung.[4] Tidur adalah perilaku yang sangat dilestarikan dalam evolusi hewan,[5] kemungkinan besar sudah ada sejak ratusan juta tahun yang lalu.[6]

Manusia mungkin menderita berbagai gangguan tidur, termasuk disomnia seperti insomnia, hipersomnia, narkolepsi, dan apnea tidur; parasomnia seperti gangguan perilaku tidur sambil berjalan dan gerakan mata cepat; bruksisme; dan gangguan tidur ritme sirkadian. Penggunaan cahaya buatan telah mengubah pola tidur manusia secara signifikan.[7] Sumber cahaya buatan yang umum mencakup pencahayaan luar ruangan dan layar perangkat elektronik seperti ponsel cerdas dan televisi, yang memancarkan cahaya biru dalam jumlah besar, suatu bentuk cahaya yang biasanya dikaitkan dengan siang hari. Hal ini mengganggu pelepasan hormon melatonin yang dibutuhkan untuk mengatur siklus tidur.[8]

Fase peralihan dari sadar ke tidur disebut sebagai pradormitium dan fase peralihan dari tidur kembali ke sadar disebut sebagai postdormitium. Di dalam ilmu kedokteran ilmu yang mempelajari gangguan tidur disebut sebagai somnologie.

Manusia[sunting | sunting sumber]

Manusia menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya dengan tidur. Tidur bukan saja karena kelelahan tetapi juga karena kebiasaan dan pola hidup.[9] Sebagai manusia, periode kehidupan kita terbagi menjadi dua: saat tidur dan saat terbangun. Kedua periode ini saling melengkapi satu sama lain, saling melengkapi dalam menyempurnakan proses-proses yang terjadi dalam tubuh kita.[10]

Selain itu faktor keamanan harus dibangun untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kriminalitas ketika kita sedang tidur. Untuk itu selalu periksa keamanan rumah sebelum tidur.

Hewan[sunting | sunting sumber]

Dalam dunia hewan, tidur adalah hal yang umum. Walaupun begitu, ini tidak universal. Hewan darat misalnya tidur dengan menutup mata, sedangkan hewan laut belum dapat 100 persen dibuktikan, walau banyak yang mengganggap bahwa mereka juga tidur. Lumba-lumba atau paus bahkan [11] mengorok. Lumba-lumba misalnya tidur dengan satu bagian otak saja atau hemisphere, hal ini dikarenakan penyesuaian kebutuhan seekor lumba-lumba bernapas dalam air. Oleh sebab itu lumba-lumba tidak melalui fase tidur REM. Contoh lain misalnya singa laut dan anjing laut; mereka dapat tidur di darat maupun di laut. jika di darat mereka mengalami fase tidur yang sama seperti manusia, jika di laut mengalami fase tidur yang sama seperti lumba-lumba.

Saat ini, semua hewan bertulang belakang (lebih tepatnya bertulang rahang) dipercaya ilmuwan mengalami fase tidur yang sama seperti manusia (perkecualian: echidna). Burung juga menunjukkan tidur, walau tidak pasti apakah mereka tidur dengan menonaktifkan sebagian otak. Pada beberapa binatang lain seperti ular, kadal atau ikan sulit ilmuwan percaya mereka juga tidur. Penilaian dalam eksperimen menjadi semakin sulit ketika harus membedakan istirahat biasa suatu organisme dari keadaan tidur.

Tahapan Tidur[sunting | sunting sumber]

Pada dasarnya ada dua jenis tipe tahapan tidur yaitu pergerakan mata gesit atau rapid eye movement (REM) dan pergerakan mata kaku atau non-rapid eye movement (non-REM). Masing-masing terkait dengan gelombang otak dan aktivitas saraf tertentu. siklus REM dan non-REM terjadi beberapa kali dalam semalam selama kita tidur dengan periode REM yang semakin lama dan lebih dalam ketika menjelang pagi.[11]

Kekurangan tidur[sunting | sunting sumber]

Akibat kekurangan tidur pada manusia.

Kekurangan tidur biasanya disebabkan karena begadang ataupun karena insomnia. Beberapa akibat yang timbul akibat kurang tidur antara lain:

  • Halusinasi [12]
  • Mudah marah [13]
  • Penurunan kognitif [14]
  • Mudah lupa [15]
  • Menguap parah [13]
  • Gejala mirip dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) [13]
  • Gangguan penilaian moral [16]
  • Berkurangnya kemampuan reaksi dan akurasi [17]
  • Getaran (meriang atau mengigil) [18]
  • Sakit atau nyeri otot [19]
  • Risiko Diabetes Tipe 2 [20]
  • Pertumbuhan melambat [14][21]
  • Risiko obesitas [22][23]
  • Penurunan suhu tubuh [14]
  • Peningkatan tingkat variabilitas jantung [14]
  • Risiko penyakit jantung [24]
  • Gangguan sistem kekebalan tubuh [14]

Tidur di malam hari dapat membantu menurunkan berat badan, namun jika tidur anda di malam hari kurang berkualitas hal ini dapat memicu penambahan berat badan dikarenakan tidur untuk kesehatan sangat penting. Kurang tidur menjadi pemicu meningkatnya hormons stres kortisol, dan menghambat tingkat metabolisme tubuh anda. Selain itu kurang tidur juga menjadi pemicu tubuh akan kehilangan energi hingga 20% dari yang yang di perlukan tubuh.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Brain Basics: Understanding Sleep | National Institute of Neurological Disorders and Stroke". www.ninds.nih.gov. Diakses tanggal 2023-02-15. 
  2. ^ Krueger JM, Frank MG, Wisor JP, Roy S (August 2016). "Sleep function: Toward elucidating an enigma". Sleep Medicine Reviews. 28: 46–54. doi:10.1016/j.smrv.2015.08.005. PMC 4769986alt=Dapat diakses gratis. PMID 26447948. 
  3. ^ "Sleep-wake cycle: its physiology and impact on health" (PDF). National Sleep Foundation. 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 30 August 2017. Diakses tanggal 24 May 2017. 
  4. ^ Bingham R, Terrence S, Siegel J, Dyken ME, Czeisler C (February 2007). "Waking Up To Sleep". The Science Network. Diarsipkan dari versi asli (Several conference videos) tanggal 24 July 2011. Diakses tanggal 25 January 2008. 
  5. ^ Joiner WJ (October 2016). "Unraveling the Evolutionary Determinants of Sleep". Current Biology. 26 (20): R1073–R1087. doi:10.1016/j.cub.2016.08.068. PMC 5120870alt=Dapat diakses gratis. PMID 27780049. 
  6. ^ Keene, Alex C & Duboue, Erik R. (12 June 2018). "The origins and evolution of sleep". The Journal of Experimental Biology. 221 (11). doi:10.1242/jeb.159533. PMC 6515771alt=Dapat diakses gratis. PMID 29895581. Diakses tanggal 10 January 2023. 
  7. ^ Randall DK (19 September 2012). "Book excerpt: How the lightbulb disrupted our sleeping patterns and changed the world". National Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 April 2019. Diakses tanggal 31 August 2016. "... the sudden introduction of bright nights during hours when it should be dark threw a wrench into a finely choreographed system of life. 
  8. ^ "How Blue Light Affects Sleep". Sleep Foundation (dalam bahasa Inggris). 2020-11-04. Diakses tanggal 2021-11-18. 
  9. ^ "Why Do We Need Sleep?". Sleep Foundation (dalam bahasa Inggris). 2014-06-26. Diakses tanggal 2022-06-05. 
  10. ^ "Tidur Ngga Cuma Malem Doang! (Manfaat Tidur Siang)". Satu Persen. 2020-09-24. Diakses tanggal 2020-10-07. 
  11. ^ a b "Brain Basics: Understanding Sleep | National Institute of Neurological Disorders and Stroke". www.ninds.nih.gov. Diakses tanggal 2021-04-26. 
  12. ^ "National Institute of Neurological Disorders and Stroke -- Brain Basics: Understanding Sleep". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-11. Diakses tanggal 2012-06-03. 
  13. ^ a b c "http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Sleep_deprivation?OpenDocument".  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  14. ^ a b c d e eMedicine Specialties > Neurology > Sleep-Related Diseases > Normal Sleep, Sleep Physiology, and Sleep Deprivation Author: M Suzanne Stevens, MD. Updated: Oct 29, 2008
  15. ^ Teachers of Psychology in Secondary Schools
  16. ^ "The Effects of 53 Hours of Sleep Deprivation on Moral Judgment". Journal SLEEP. 30 (3). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-04. Diakses tanggal 2012-06-03. 
  17. ^ "http://oem.bmjjournals.com/cgi/content/abstract/57/10/649".  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan) Occup Environ Med 2000;57:649-655 doi:10.1136/oem.57.10.649
  18. ^ Smith, Andrew P. Handbook of Human Performance. hlm. p.240. 
  19. ^ Morin, Charles M. Insomnia. hlm. p.28. 
  20. ^ "Daniel J. Gottlieb, et al. Association of Sleep Time With Diabetes Mellitus and Impaired Glucose Tolerance. Arch Intern Med. Vol. 165 No. 8 2005; 165: 863-867 PMID 15851636". 
  21. ^ Sleep deprivation effects on the activity of the hypothalamic-pituitary-adrenal and growth axes: potential clinical implications. Alexandros N. Vgontzas, George Mastorakos, Edward O. Bixler, Anthony Kales, Philip W. Gold & George P. Chrousos, published in Clinical Endocrinology, Volume 51 Issue 2 Page 205, August 1999
  22. ^ The association between short sleep duration and obesity in young adults: a 13-year prospective study., Sleep, Jun 15;27(4):661-6 2004
  23. ^ Inadequate sleep as a risk factor for obesity: analyses of the NHANES I, Oct 1;28(10):1289-96 2005
  24. ^ Sleep, Less and More, Linked to Heart Disease. By Jeanie Lerche Davis.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]